Hampir 2 Tahun Siapa Pemenang Perang Dagang Amerika-China
-->

Advertisement Adsense

Hampir 2 Tahun Siapa Pemenang Perang Dagang Amerika-China

60 MENIT
Sabtu, 07 September 2019

60Menit.co.id - (Ilustrasi/Net)

60MENIT. CO.ID - Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China sudah berlangsung lebih dari setahun, bahkan mau masuk tahun kedua. Belum tampak tanda-tanda akan reda, meskipun sudah ada ajakan untuk melakukan pertemuan kedua pihak pada Oktober mendatang. 

Situasi makin memanas setelah pada 1 September 2019, Amerika Serikat (AS) resmi memberlakukan tahap pertama kenaikan tarif sebesar 15% pada US $ 300 miliar barang asal China. Sementara China juga mulai memberlakukan tarif tambahan pada beberapa barang AS senilai US $ 75 miliar. 

Tarif tambahan senilai 5% dan 10% dikenakan pada 1.717 barang dari total 5.078 produk yang berasaldari AS. 

AS juga berencana untuk menaikkan tarif masuk menjadi 30% dari 25% yang sudah diberlakukan pada impor China senilai US$ 250 miliar mulai 1 Oktober mendatang. Akibat serangkaian peningkatan dalam perang dagang dua ekonomi terbesar dunia tersebut, pasar saham telah mengalami pergerakan yang brutal sepanjang tahun ini. 

Oleh karenanya, banyak investor yang mulai ragu pada prospek pengembalian dari investasi di sektor ini. Sebagai hasilnya, aset aman (safe haven) lainnya seperti emas menjadi banyak diincar. Selain itu, perang dagang yang sudah berlangsung sejak awal 2018 ini juga telah membuat berbagai perusahaan yang beroperasi di kedua negara kalang kabut. 

Ancaman tarif telah membuat mereka terpaksa melakukan berbagai upaya untuk melindungi keuntungan, mulai dari melakukan efisiensi bisnis dan menaikkan harga produk. Bahkan, memindahkan operasinya keluar AS dan China. 

Di Asia, ada beberapa negara yang menjadi tujuan utama kepindahan perusahaan asal China, yaitu Vietnam, Malaysia dan India. Seberapa banyak negara-negara asia ini diuntungkan perang dagang? 

1. India
Negara Bollywood itu dikabarkan sangat berharap untuk menjadi tujuan investasi berbagai perusahaan besar termasuk Apple, Foxconn dan Wistron Corp. 

Pada 14 Agustus lalu, beberapa pejabat India melakukan pertemuan untuk membahas daftar 'perusahaan target'. Ada sembilan sektor yang menjadi target, termasuk sektor elektronik, farmasi, otomotif dan telekomunikasi. 

Dokumen pemerintah mengatakan, bahwa pemerintah akan bertemu perusahaan pada 26 Agustus hingga 5 September, untuk merekomendasikan zona investasi terbaik bagi operasi mereka. 

Secara terpisah, para pejabat India juga bertemu dengan delegasi lokal berbagai perusahaan pembuat mobil termasuk Volkswagen, Hyundai Motor Co dan Honda Motor Co. Ini dilakukan untuk melihat apakah mereka akan mempertimbangkan untuk memindahkan beberapa operasi rantai pasokan dari China ke India. 

"Pemerintah melihatnya sebagai peluang besar," kata pejabat India. 

India adalah pasar smartphone terbesar kedua di dunia, dengan ruang besar untuk pertumbuhan. Apple dikabarkan melirik India untuk dijadikan tujuan baru bagi tempat memproduksi produknya agar terhindar dari tarif impor. 

2. Vietnam
Perang dagang juga telah membuat Vietnam dilirik berbagai perusahaan yang ingin membangun kembali rantai pasokan di luar China. Hal tersebut disebabkan karena Vietnam memiliki kelonggaran yang lebih cepat dan kebijakan stabil, kata para pakar industri. 

Salah satu perusahaan yang memindahkan produksinya adalah Google, anak usaha Alphabet Inc. Perusahaan yang berbasis di AS itu mengalihkan produksi ponsel Pixel ke Vietnam dari China mulai tahun ini. 

Selain diuntungkan karena beberapa perusahaan memindahkan bisnis ke negara ini, Vietnam juga diuntungkan karena penjualan obligasi negara ini telah melonjak. Ini terjadi akibat banyak perusahaan berupaya meningkatkan modal karena ketegangan perdagangan memicu volatilitas pasar saham. 

Mengutip laporan Los Angeles Times, dalam lima bulan pertama 2019, ekspor Vietnam ke AS telah melonjak 36% dibandingkan dengan periode yang sama di tahun lalu. 

Pada Mei, Vietnam mengirim senilai US$ 25 miliar barang ke AS. Ini menjadikan Vietnam sebagai sumber impor Amerika kedelapan terbesar, naik dari urutan ke-12 setahun lalu. 

Akibat hal ini, beberapa manajer pabrik Vietnam kelebihan kapasitas pemesanan dan kekurangan tenaga kerja. Selain itu, pelabuhan juga disibukkan oleh lalu lintas kapal kontainer yang hampir dua kali lipat jumlahnya pada tahun lalu, menurut data dari MarineTraffic. 

Samsung sendiri mempekerjakan lebih dari 150.000 pekerja di Vietnam yang memproduksi smartphone. Ini menyumbang hampir seperempat dari ekspor Vietnam tahun lalu. Pabrikan smartphone terbesar di dunia mulai mengalihkan produksi ke Vietnam dari China pada 2011 untuk menghemat biaya tenaga kerja. 

Raksasa Korea Selatan itu bisa menjadi model bagi saingan terbesarnya Apple, yang ingin memindahkan sebagian produksinya dari China. 

Infografis/Tak Hanya Antara AS & China, Perang Dagang AS Juga Terjadi ke Negara Lainnya/Arie Pratama 

3. Malaysia
Malaysia menerima investasi AS senilai US $ 5,62 miliar pada semester pertama tahun ini. Naik tajam dibandingkan dengan US $ 113 juta pada tahun sebelumnya. Ini diakibatkan kepindahan dari perusahaan AS karena perang dagang, kata pemerintah, Kamis, mengutip Free Malaysia Today. 

Otoritas Pengembangan Investasi Malaysia (Mida), yang berbagi data tentang investasi swasta asing dengan Reuters, menolak menyebutkan nama perusahaan mana yang terlibat. Tetapi, lembaga itu mengatakan perusahaan global semakin tertarik ke Malaysia karena iklim bisnis dan politiknya yang stabil. 

Dalam enam bulan pertama tahun ini, Malaysia menyetujui proposal investasi AS senilai RM 1,69 miliar di sektor manufaktur, naik dibandingkan dengan RM 307 juta setahun sebelumnya. Akibatnya, Malaysia berhasil mengalahkan China di urutan teratas dalam daftar investasi. 

Malaysia sudah menjadi tuan rumah bagi berbagai pabrik perusahaan AS seperti Intel Corp, Dell Technologies Inc dan On Semiconductor Corp. Proposal investasi AS di sektor jasa melonjak menjadi RM 11,52 miliar dari hanya RM 42,3 juta pada periode tahun lalu, menurut data. 

Sementara itu, total proposal yang disetujui dari perusahaan China turun menjadi RM5.1 miliar tahun ini, dari RM5.69 miliar tahun sebelumnya.

(*)