Sikap Abu Bakar Ashiddiq Terhadap Rosulullah, Akibat Kerinduan Sang Ular
-->

Advertisement Adsense

Sikap Abu Bakar Ashiddiq Terhadap Rosulullah, Akibat Kerinduan Sang Ular

60 MENIT
Sabtu, 18 Desember 2021

60menit.co.id | Gua Tsur (Wafilifa Ifa)

Tidak akan kita ketahui, jika tidak ada yang menulisnya.

Oleh; Zhovena.


Inilah sikap yang ditunjukkan oleh Abu Bakar As-Shiddiq R.a. Sebagai seorang sahabat kepercaya'an Rasulullah Shalallahu'Alaihi Wassalam, ia merelakan semua yang dimilikinya demi keselamatan dan perjuangan dakwah Rasulullah Shalallahu'Alaihi Wassalam. Bahkan ia merelakan nyawanya terancam demi menemani Rasulullah Shalallahu'Alaihi Wassalam. 


Nabi Muhammad Shalallahu'Alahi Wassalam berjalan, Sayidina Abu Bakar mengikuti. Ketika akan sampai 8 KM dari arah Masjidil Haram, baru Sayidina Abu Bakar sadar. Mau istirahat ke Gua Tsur, karena sudah mendekati Gunung Tsur. Sebelum Rasulullah memasuki gua, Abu Bakar dengan sigapnya mengecek dan menutup lubang-lubang yang ada di gua guna terhindar dari binatang buas.


Mereka sepakat untuk bergantian berjaga Dalam tidurnya, Rasulullah melabuhkan kepalanya di pangkuan sang sahabat. Di dalam gua yang dingin dan remang-remang, tiba-tiba seekor ular mendesis keluar dari salah satu lubang yang belum ditutup oleh Abu Bakar. 


Abu Bakar menatapnya waspada, ingin sekali ia menarik kedua kakinya untuk menjauh dari hewan berbisa ini. Namun, keinginan itu dienyahkan dari benaknya karena tak ingin ia mengganggu tidur Rasulullah Shalallahu'Alaihi Wassalam. 


Bagaimana mungkin ia tega membangunkan kekasih Allah Subhanahu Wata'ala itu. Abu Bakar menutup lubang itu dengan salah satu kakinya. Lalu ular itu menggigit pergelangan kakinya, tapi Abu Bakar tetap saja tak bergerak sedikitpun dalam hening. 


Akibatnya sekujur tubuh Abu Bakar terasa panas, ketika bisa ular menjalar cepat di dalam darahnya. Abu Bakar tak kuasa menahan isak tangis ketika rasa sakit itu tak tertahankan lagi dan tanpa sengaja air matanya menetes mengenai pipi Rasulullah Shalallahu'Alaihi Wassalam yang tengah berbaring. 


Rasulullah Shalallahu'Alaihi Wassalam terbangun lalu berkata, “Wahai hamba Allah, Apakah engkau menangis karena menyesal mengikuti perjalanan ini? Tentu saja tidak, "Saya Ridho dan ikhlas mengikutimu ke mana pun,” jawab Abu Bakar.


Lalu mengapa engkau meluruhkan air mata? bertanya Rasulullah kepada Abu bakar. 


Seekor ular baru saja menggigit saya, Wahai Rasulullah. Lalu bisanya menjalar begitu cepat ke dalam tubuhku,” jawab Abu Bakar dengan suara tercekat. 


Lalu Rasulullah Shalallahu'Alaihi Wassalam berbicara kepada ular itu. ” Hai, tahukah kamu? Jangankan daging atau kulit Abu Bakar, rambut Abu Bakar pun haram kau makan.” 


Dialog Rasulullah Shalallahu'Alaihi Wassalam dengan ular itu menjadi mukjizat beliau, Sehingga Abu Bakar mampu mendengarnya. 


“Ya aku mengerti, Bahkan sejak ribuan tahun yang lalu ketika Allah Subhanahu Wata'ala mengatakan ‘Barang siapa memandang kekasih-Ku, Muhammad, fi ainil mahabbah atau dengan mata kecinta'an. Aku anggap cukup untuk menggelar dia ke Syurga,” kata ular. 


“Ya Rabb, Beri aku kesempatan yang begitu cemerlang dan indah. “Aku (ular) ingin memandang wajah kekasih-Mu fi ainal mahabbah,” lanjut ular. 


Lalu, apa kata Allah Subhanahu Wata'ala? 

“Silahkan pergi ke Jabal Tsur, Tunggu di sana, kekasih-Ku akan datang pada waktunya,” jawab Allah Subhanahu Wata'ala. 

“Ribuan tahun aku menunggu di sini, Aku digodok oleh kerinduan untuk berjumpa Engkau, Muhammad Rasulullah Shalallahu'Alaihi Wassalam. Tapi sekarang ditutup oleh kaki Abu Bakar, Maka kugigitlah dia. Aku tidak ada urusan dengan Abu Bakar, Aku ingin ketemu Engkau, Wahai Muhammad Shalallahu'Alaihi Wassalam,” jawab ular. 

“Lihatlah ini. Lihatlah wajahku,” kata Rasulullah.

Tanpa menunggu waktu, dengan penuh kasih sayang, Rasulullah Shalallahu'Alaihi Wassalam meraih pergelangan kaki Abu Bakar. Dengan mengagungkan nama Allah Ta'ala Sang Pencipta semesta, Nabi Muhammad Shalallahu'Alaihi Wassalam mengusap bekas gigitan itu dengan ludahnya. Maha suci Allah, Seketika rasa sakit itu hilang tak berbekas. 

Alloohumma Sholli Wasallim Alaih.
(*)