KAMMI Garut Turun Kejalan Tolak RUU Cipta Kerja
-->

Advertisement Adsense

KAMMI Garut Turun Kejalan Tolak RUU Cipta Kerja

Wak Puji
Jumat, 09 Oktober 2020

 



60menit.com, Garut - Ketua Sosial Masyarakat KAMMI Garut, Dede Sukandi. menilai, sejak awal pembahasan Omnibus Law sudah mengindikasikan ada yang tidak beres dengan pemerintah maupun DPR.


"Apalagi ini bicara investasi dan UU Cipta Kerja, yang kaitannya langsung dengan buruh. Pemerintah dan DPR terkesan memihak kapitalis. Ini tidak boleh dibiarkan. Negara harus melindungi rakyatnya dan menunjukan keberpihakan kepada rakyat, bukan investor atau kapitalis," ujar dia di tengah aktifitas unjuk rasa yang digelar bersama element mahasiswa Garut lainnya. Kamis (08/10/2020) 


Senada dengan Dede, Ketua Humas KAMMI Garut, Hamzah S. menganggap, sejak awal RUU Cipta Kerja memang diarahkan untuk memperkuat perusahaan dan investor skala besar.


"Patut disayangkan karena proses perumusannya yang tertutup, tergesa-gesa, termasuk mengabaikan prinsip kehati-hatian (prudent) di dalam merumuskan perubahan ratusan pasal dari macam-macam UU tanpa memperhitungkan dampak sosial, ekonomi, politik dan budaya yang pasti muncul," jelasnya.


Hamzah  juga menyinggung regulasi agraria yang tercantum dalam Omnibus Law, yang membahayakan petani-petani di Indonesia Khususnya di Garut, menghambat realisasi reforma agraria dan memperparah konflik agraria struktural di Indonesia.



"Maka dari itu KAMMI Garut menolak keras dan mengutuk keras atas disahkannya Omnibus Law ini. Jika ini tetap dipaksakan maka akan kita pastikan kita akan menggalang seluruh kekuatan massa untuk bertolak ke Jakarta dan melakukan aksi unjuk rasa di depan gedung DPR RI untuk menolak UU Omnibus Law yang menyengsarakan rakyat," tegasnya.


Sementara itu, Korlap AKSi KAMMI Garut, Pian Sopian, berpendapat, asumsi dasar yang diklaim terkait disusunnya RUU Cipta Kerja adalah untuk meningkatkan investasi, di mana muara akhirnya adalah penyerapan tenaga kerja dan kesejahteraan buruh, serta pertumbuhan ekonomi.


"Namun sayang, pemerintah menggunakan pendekatan yang salah. Pemerintah telah terjebak dalam pendekatan hukum melalui orientasi politik kapitalisme dengan mengorbankan sektor lain yang justru menentukan hajat hidup orang banyak," ujarnya.


Di sisi yang lain, lanjut Pian Sopian, data Badan Koordinasi Penanaman Modal atau BKPM menyatakan, total realisasi investasi pada tahun 2019 senilai Rp 809,6 triliun hanya mampu menyerap tenaga kerja sekitar 1 juta.


"Artinya, sektor investasi seharusnya bukan menjadi prioritas dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Apalagi menghancurkan sektor penting lainnya," tandas Pian.


"UU Ciptaker berdampak buruk bukan hanya kepada buruh dan pekerja, tetapi juga berdampak buruk ke sektor lingkungan hidup dan kedaulatan ekonomi kita," tambah dia.


Dilanjutkan Pian, UU Ciptaker memuat substansi pengaturan yang tidak adil bagi nasib Pekerja/buruh Indonesia dan lebih memihak kepada kepentingan pemodal dan investor.


"Hal ini tercermin dalam perubahan pasal-pasal yang berkaitan dengan hubungan pengusaha-pekerja, upah dan pesangon, KAMMI Garut tegas menolak Keras dan berharap, pemerintah bisa mengakomodir aspirasi buruh dan koalisi sipil masyarakat. Presiden bisa keluarkan Perppu jika memang benar benar peduli dengan nasib pekerja dan kedaulatan ekonomi,” tegas Pian.