Bangun Terowongan dan Buang Limbah ke Sungai, Pembangunan PLTM Ma'dong di Torut Disorot
-->

Advertisement Adsense

Bangun Terowongan dan Buang Limbah ke Sungai, Pembangunan PLTM Ma'dong di Torut Disorot

60 MENIT
Selasa, 10 Agustus 2021

60menit.co.id | Dari kira-kanan: Simon Pongsisonda, Hatsen Bangri, Yunus Kendek, dan Jhon Rumengan, Selasa (10/08/2021).

60MENIT.co.id, Makassar | Sejak masalah pembangunan PLTM (Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro) Ma'dong berkapasitas 10 MW yang dibangun PT Nagata Dinamika Hidro Ma'dong mengemuka, pasca turunnya tim YAPITO (Yayasan Peduli Tondok Toraya) pimpinan Drs Rony Rumengan di lokasi, seperti diberitakan sebelumnya, berbagai kalangan memberi tanggapan menyorot. Salah satu datang dari Ir Silas Kendek, MT, Mantan Kadis PUPR Kabupaten Sorong Selatan, Papua Barat.


Lewat pesan WhatsApp atau WA-nya ke redaksi, 7 Agustus lalu, Silas mempertanyakan alasan salah bayar dalam membebaskan lahan warga seperti dialami Marthen Bai Kasi dkk. "Bisa salah bayar knp, berarti ada oknum yg bermain, terus terowongan untuk apa, bangunan inikan mahal skli biayax, ini perlu ditelusuri apalagi klw Amdal tdk dilakukan," demikian bunyi pesannya. Silas sangsi dengan keberadaan terowongan itu dikaitkan dengan pembangunan PLTM. 


Pasalnya, bukan mustahil ada sesuatu yang akan dibawa melalui bangunan terowongan itu. "Mkx ambek curiga disitu, terowongan ini biayax mhl skli dan diperlukan study khusus penelitian tanahx baru bisa dibor, klw tdk ada hasilx bg perusahaan tdk mgkin mrk bangun," serunya lantang. Menurut tokoh masyarakat PARIS (Pangala' Riu dan Sekitarnya) ini, semua hasil bumi diambil hitung-hitungannya pasti sampai ke soal untung-rugi. 


Karena dengan alat canggih sekarang ini kandungan bumi bisa ketahuan. Mereka berani investasi karena ada kandungan alam yang menjanjikan. Sorotan juga datang dari Mantan Anggota DPRD Toraja Utara dari Dapil Denpina, Hatsen Bangri. Dia minta masalah tersebut terus ditelusuri hingga tuntas. Mantan Kepala Lembang Dende yang juga kader Partai Demokrat ini, menyinggung soal infrastruktur jalan yang sudah rusak sejak pembangunan PLTM. 


"Salah satux, palitas jln umum yg di gunakan pihak perusahaan, sangat merusak Krn di lalui kendaraan roda 6 yg bermuatan 5 s/d 6 ton, sementara jln tersbt hy bisa dgn berat muatan 3,5 ton Dinda, tlg presur itu," ujar Hatsen, lewat via WA, Senin (9/8). Hal lain, soal bendungan yang dibangun. Terpantau, titik lokasinya berubah atau bergeser. Akibatnya, sebagian lahan Marthen Bai Kasi tergerus. Juga kondisi bangunan bendungan, efeknya bisa mengancam kampung (bong) di atasnya jadi longsor. 


Hal ini memantik protes warga lain, Jhon Rumengan, pemilik tanah tongkonan di kampung tersebut. Mantan Ketua PAC PDI Perjuangan Kecamatan Denpina ini, mengaku kaget mendengar kondisi sekitar bendungan tersebut. "Kalau tidak ada ribut-ribut soal PLTM Ma'dong saya tidak tahu. Dan kalau memang kondisi di sekitar bendungan bisa mengancam kampung saya, saya tidak akan tinggal diam. Apalagi saya dengar batu peninggalan adat berupa jembatan untuk menyeberang, namanya kakondongan, sudah tidak ada. Katanya sudah dihancurkan," ungkapnya. 


Menurut Jhon yang akrab disapa Rume' ini, tindakan menghilangkan atau merusak benda adat yang disebut 'Kakondongan' itu bisa dinilai sebagai pelanggaran adat. Karena itu prosesnya secara adat melalui hukum adat. Mantan Camat Denpina, Yunus Kendek, juga mengakui adanya perubahan atau pergeseran pada titik lokasi pembangunan bendungan. "Sudah beda, saya lihat sudah bergeser titik lokasinya. Awalnya kan disurvei karena kami masuk tim 9 untuk pembebasan lahan, eranya Sorring. Saya camat waktu itu. Soal terowongan kajiannya pihak perusahaan," jelasnya ketika ditemui di kediamannya, di Batang Maruang, Nonongan, baru-baru ini. 


Pembebasan lahan pertama untuk jalan dan lainnya. Marthen Bai sendiri terus menuntut ganti rugi lahannya yang sudah dirusak. "Apalagi surat-surat saya sudah dipegang perusahaan dari dulu lewat Pak Marten yang humas. Jadi saya tinggal tuntut realisasinya mana. Soal salah bayar itu kesalahan pihak perusahaan sendiri," bebernya. Mantan Kadis Pertambangan Toraja Utara,  Ir Simon Pongsisonda, juga melontarkan tanggapannya. "Sepertinya pembuatan terowobgan tdk sesuai dgn AMDAL, coba minta dokumen amdal mereka, klu tdk sesuai masyarakat berhak menghentikan utk sementara wkt," ketusnya. 


(anto)