Kades Gudang Kahuripan, Agus Karyana : Tidak Bersolusi Penanggulangan Pencemaran Kotoran Hewan di Wilayahnya
-->

Advertisement Adsense

Kades Gudang Kahuripan, Agus Karyana : Tidak Bersolusi Penanggulangan Pencemaran Kotoran Hewan di Wilayahnya

60 MENIT
Minggu, 14 November 2021

60menit.co.id | Tampak Depan Kantor Desa Gudangkahuripan (doc.by net)


60MENIT.co.id, Bandung Barat | Perihal solusi Kotoran Hewan di Desa Gudangkahuripan Kecamatan Lembang, Kades Agus Karyana, S.T., menyerahkan kepada aparat lain. Hal ini dipertanyakan oleh Pimred 60Menit.co.id melalui chat WA terkait solusi yang tepat untuk menyelesaikan masalah Kotoran Hewan (Kohe) di desa yang ia pimpin, Minggu Malam (14/11/2021).


Solusi tepat untuk mengurangi pencemaran sungai dan lingkungan dari kotoran hewan (kohe) adalah dibuatkan Ipal Tinja (Sefticktank) Komunal. Sehingga kohe bisa tersaring dengan aman terbuang ke sungai untuk menuju Pola Hidup Bersih dan Sehat.


"Hapunten abdi mah parantos diprogres 5 taun kapengker ku PNPM = Maaf, saya sudah memprogresnya 5 Tahun kebelakang melalui PNPM," singkat Agus.


Progres Ipal komunal adalah solusi terbarukan, soalnya sampai saat ini maslah kohe di Desa Gudangkahuripan tidak ada solusi yang tepat, terbukti kondisi saluran di wilayahnya masih hijau dan bau saking banyaknya kandungan kohe yang tercecer bebas.


Ketika dipertanyakan hal diatas, sampai berita ini terbit kotoran hewan masih terbuang bebas dan mengalir hingga ke Sungai Cibeuereum Kota Bandung dan bermuara di Sungai Citarum, meskipun sudah dilakukan pembuatan kompos oleh Satgas Citarum Harum Sektor 22.


Menurut Agus Karyana, atas pertanyaan diatas dijawabnya, "Seharusnya kerjasama dengan KPSBU bukan dengan pemerintah desa," Makna ini seperti lempar batu sembunyi tangan, soalnya permasalahan berada di lingkungan perdesaan yang ia pimpin.


Redaksi menyodorkan inisiatif dari seorang Kepala Desa, sebagai bentuk pendukungan pada Perpres 15 Tahun 2018 yang diusung oleh Satgas Citarum Harum, supaya ada bersolusi dan inisiatif dari pemdes itu sendiri, baik soan ke KPSBU ataupun secara mandiri, supaya bisa menciptakan lingkungan Desa Gudangkahuripan bersih dan sehat, mengacu kepada Pola Hidup Bersih dan Sehat, mendasar kepada program Mentri Kesehatan RI, terkait memberantas Stunting dari kekurangan Gizi dan dampak Bakteri Ekoli.


Kades Gudang Kahuripan hanya memerintahkan redaksi supaya datang ke Dansektor 22 Citarum Harum yang lama, "Coba tanya pak kolonel Asep ya," jawabnya. Hal ini bukan solusi untuk merilai pencemaran dari kohe yang dihasilkan diwilayahnya.


Ia mengungkapkan tentang pendukungan paling pertama terhadap Program Citarum Harum, "Desa yang pertama merespon Citarum Harum adalah Gudang kahuripan," katanya.


Menurut redaksi pendukungan tersebut belum terlihat hasilnya, soalnya solusi yang dilakukan belum ada hasil dan bukti yang yang jelas terhadap kewilayahannya. Fakta lapangan masih tercecer kohe ditiap saluran airnya berwana hijau dan bau kotoran sapi.


Bentuk pendukungan terhadap Program Citarum Harum seharusnya ada aksi membereskan permasalahan. Menurut Agus Karyana, "Bahwa permaslahan ini bukan Gudangkahuripan saja peternak sapi itu, Sukajaya dan Cikahuripan yang terbanyak," alibinya. 


Program Citarum Harum bisa tuntas akan pendukungan dari para pihak, lebih utama dari aparat kewilayahan sebagai sektor penyebab sekaligus penerima dampak. Yaitu secara bertahap dari wilayah satu ke wilayah lainya yang bercermin pada upaya kebaikan terhadap mewujudkan lingkungan bersih dan sehat.


Tampak Agus Karyana, S.T., Kepala Desa Gudangkahuripan (Sumber: Net Profile Desa)

Namun ia tetap menyarankan supaya redaksi harus datang ke aparat lebih tinggi, "Saena konfirmasi ka pak camat teras sounding dengan KPSBU," lagi-lagi suruh Agus.


Disini terlihat tidak ada kondusifitas tentang statement yang menjurus kepada pendukungan program Citarum Harum, sedangkan program ini sudah jelas berpayung hukum kepada Perpres No.15 Tahun 2018, yaitu tentang Percepatan Penanggulangan Pencemaran dan Kerusakan Daerah Aliran Sungai Citarum. Yang menyebar ke perbaikan atas anak, cucu dan cicit sungai yang bermuara di Sungai Citarum. 


Suksesi ini secara spontan mesti dilaksakan menyeluruh ke aparat pemerintahan, baik pemerintah daerah apalagi ke aparat kewilayahan yaitu Desa dan Kelurahan sebagai objek vital penyebab dan penerima dampak (masyarakatnya).


Agus Karyana menjawab, "Kan peternak sapi dibawah naungan KPSBU  harusnya pihak KPSBU yang harus mencari solusi bagaimana peternak ini tidak membuang limbah kotoran sapinya ke sungai, sehingga tidak menimbulkan pencemaran lingkungan yang berdampak ke hilir yaitu Kota Bandung," jawabnya terus beralibi.


Sebagai tindakan mengayomi warganya, apa yang sudah dilakukan Kades Gudangkahuripan, insha Alloh satu persatu akan digarap dari semua kewilayahan yang menjadi objek vital penyebab kotornya air sungai oleh kotoran sapi di Kecamatan Lembang. 


Terkait pembuatan kompos hanya solusi sebagian kecil saja, intinya tidak menyelesaikan maslah, "Saya pertama kali merespon keberadaan Citarum Harum dengan para peternak sapi, dengan membuat kotoran sapi jadi pupuk organik," lagi-lagi Agus tetap bertahan pada jawabannya walau tidak menyelesaikan permaslahan.


Jawaban diatas masih terus berulang-ulang diungkapkan Agus Karyana, walaupun kotoran sapi masih tercecer, padahal jika beritikad baik solusi yang paling tepat adalah dibuatkannya Sefticktank Comunal, yang bisa menampung banyak dengan hasil yang signifikan bersih hasil penyaringan bisa sesuai kadar BOD sesuai putusan pemerintah.


(zho)