Pernyataan KDM ke Aqua Dipatahkan Ahli: Pengambilan Air di Kedalaman 132 Meter Justru Jadi Jaminan Kemurnian
-->

Advertisement Adsense

Pernyataan KDM ke Aqua Dipatahkan Ahli: Pengambilan Air di Kedalaman 132 Meter Justru Jadi Jaminan Kemurnian

60 MENIT
Rabu, 22 Oktober 2025

KDM (Dedi Mulyadi), Gubernur Jawa Barat


60Menit.co.id, ​Subang | Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi (KDM), melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke PT Tirta Investama Subang (Aqua) di Kecamatan Cisalak, Kabupaten Subang, pada Senin (20/10/2025). Dalam kunjungan tersebut, KDM mengungkapkan bahwa air yang diolah menjadi air mineral oleh PT Aqua bersumber dari air tanah dalam (sumur bor) dengan kedalaman antara 60 hingga 132 meter Rabu (22/10/2025).


​Namun, pernyataan KDM yang terkesan menyudutkan penggunaan air tanah dalam tersebut, seperti kekhawatiran tentang "pergeseran tanah," dianggap kurang memiliki dasar ilmiah yang kuat, terutama jika ditinjau dari perspektif hidrogeologi.


​“Semua daerah di Jawa Barat dari air bawah tanah? Oh iya, lalu semakin dalam airnya semakin murni, ya? Ini tidak berbahaya kalau terjadi pergeseran tanah? Awas, lho,” kata Dedi.


​Kekhawatiran yang dilontarkan KDM mengenai bahaya pergeseran tanah akibat pengambilan air bawah tanah ini perlu dikaji lebih jauh dengan data dan analisis ilmiah. 


Justru, menurut para pakar hidrogeologi, pengambilan air dari lapisan dalam (akuifer dalam) adalah praktik yang rasional dan lebih aman untuk industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK).

​Pakar Hidrogeologi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Prof. Lambok M. Hutasoit, menjelaskan bahwa pemilihan sumber air oleh industri AMDK tidak dilakukan sembarangan. Air tanah dalam kerap dipilih karena alasan kualitas dan keamanan.


​“Batuan yang mengandung air bisa ditemukan di kedalaman dangkal maupun dalam, tapi yang dangkal biasanya lebih rawan kontaminasi, baik dari toilet, selokan, maupun limbah lain," kata Prof. Lambok.


​Prof. Lambok menekankan bahwa tidak semua air tanah aman dikonsumsi. Kualitas air sangat bergantung pada lapisan batuan dan harus melalui analisis kimiawi yang ketat. Kekhawatiran KDM tentang kemurnian air bawah tanah justru dijawab oleh fakta bahwa kedalaman sumber air adalah indikator penting kemurnian.


​Senada dengan itu, Ahli Hidrogeologi Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Heru Hendrayana, menegaskan bahwa air tanah dangkal memang lebih rentan terpolusi.


​“Air tanah yang dangkal ini biasanya buruk kualitasnya karena bisa terkontaminasi septic tank, sampah, dan limbah rumah tangga. Sedangkan air tanah dalam relatif lebih higienis dan sehat,” katanya.


​Menurut Prof. Heru, ini adalah alasan utama mengapa industri AMDK besar lebih memilih air pegunungan yang berasal dari akuifer dalam. Industri tidak sembarangan mengambil air, melainkan melibatkan penelitian mendalam oleh ahli hidrogeologi untuk memastikan sumbernya.


“Mereka meneliti asal-usul air tanahnya agar benar-benar dari pegunungan, bukan asal ambil,” tambahnya.


​Heru juga menjelaskan bahwa konsep "air pegunungan" tidak selalu berarti air diambil persis di kaki gunung, melainkan masih berada dalam sistem hidrogeologi pegunungan yang menjamin kualitas air akuifer dalam.


“Contohnya Bogor banyak airnya berasal dari Gunung Salak. Di Jogja dan Klaten, sumber airnya dari Gunung Merapi. Jadi, tidak harus dekat dengan gunung, yang penting berasal dari akuifer dalam,” jelasnya.


​Dengan demikian, pertanyaan KDM mengenai air bawah tanah yang semakin dalam semakin murni dan kekhawatiran potensi bahaya pergeseran tanah tampaknya tidak mempertimbangkan aspek ilmiah hidrogeologi. 


Pemilihan air tanah dalam oleh PT Aqua, dengan kedalaman 64 hingga 102 meter bukan seperti dikatakan oleh KDM 132 meter, justru sejalan dengan rekomendasi dan praktik terbaik dalam industri AMDK untuk menjamin kualitas, higienitas dan kemurnian air yang terhindar dari kontaminasi permukaan.


Dalam waktu dekat PT Tirta Investama Subang akan memberikan keterangan resminya.


(Tim)