Hukum dan Panduan Ibadah Kurban saat Wabah PMK Menurut Fatwa MUI
-->

Advertisement Adsense

Hukum dan Panduan Ibadah Kurban saat Wabah PMK Menurut Fatwa MUI

60 MENIT
Kamis, 07 Juli 2022

60menit.co.id | Ilustrasi pelaksanaan penyembelihan hewan kurban, Kamis 7/07/2022 (zhovena)

60MENIT.co.id, Bandung | Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa hukum dan panduan pelaksanaan ibadah kurban saat kondisi wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK).


PMK merupakan penyakit hewan yang disebabkan oleh virus yang sangat menular dan menyerang hewan berkuku genap/belah seperti sapi, kerbau dan kambing.


Berdasarkan Fatwa Nomor 32 Tahun 2022 tentang Hukum dan Panduan Pelaksanaan Ibadah Kurban saat Kondisi Wabah Penyakit Mulut dan Kuku, hukum hewan kurban yang terkena wabah PMK dibagi menjadi tiga kategori.


Ketiganya yaitu sah, tidak sah, dan sedekah atau tidak memenuhi syarat untuk dijadikan sebagai hewan kurban.


1. Sah

Hewan kurban akan dinyatakan sah untuk digunakan jika mengalami gejala klinis dengan kategori ringan seperti kondisi lesu, tidak nafsu makan, mengeluarkan air liur yang berlebih, serta mengalami pelepuhan ringan pada celah kuku. 


Namun, dapat disembuhkan dengan pengobatan agar tidak terjadi infeksi dan pemberian vitamin atau herbal untuk menjaga daya tahan tubuh dalam waktu 4-7 hari.


Adapun untuk hewan yang pernah menderita PMK dengan kategori berat, masih dapat dinyatakan sah untuk dijadikan sebagai hewan kurban jika telah sembuh dari PMK dalam rentang waktu kurban, yakni pada 10 hingga 13 Dzulhijah. 


2. Tidak sah 

Hewan kurban akan dinyatakan tidak sah untuk digunakan jika mengalami gejala klinis dengan kategori berat seperti lepuh pada kuku hingga terlepas dan menyebabkan pincang/tidak bisa berjalan dan menyebabkan kondisi hewan menjadi sangat kurus.


3. Sedekah 

Hewan kurban akan disebutkan sebagai sedekah dan bukan merupakan hewan kurban jika pernah mengalami gejala klinis dengan kategori berat dan baru sembuh dari penyakit tersebut sesaat setelah melewati rentang waktu yang diperbolehkan untuk melaksanakan kurban. 


Sementara itu, pelobangan pada telinga hewan dengan ear tag atau pemberian cap pada tubuhnya sebagai tanda hewan sudah divaksin atau sebagai identitasnya, tidak menghalangi keabsahan hewan kurban.


Selain itu, dengan dikeluarkannya fatwa tersebut, MUI juga turut mengedukasi masyarakat mengenai cara berkurban yang benar dan dapat mencegah semakin meluasnya penyebaran wabah PMK.


Berikut panduan Kurban untuk mencegah peredaran wabah PMK:


1. Umat Islam yang akan berkurban dan penjual hewan kurban wajib memastikan hewan yang akan dijadikan hewan kurban memenuhi syarat sah, khususnya dari sisi kesehatan sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh pemerintah.


2. Umat Islam yang melaksanakan kurban tidak harus menyembelih sendiri dan/atau menyaksikan langsung proses penyembelihan.


3. Umat Islam yang menjadi panitia kurban bersama dengan tenaga kesehatan perlu mengawasi kondisi kesehatan hewan dan proses pemotongan serta penanganan daging, jeroan, dan limbah.


4. Dalam hal terdapat pembatasan pergerakan ternak dari daerah wabah PMK ke daerah lain yang menyebabkan kurangnya stok, maka umat Islam yang hendak berkurban:


a. dapat berkurban di daerah sentra ternak baik secara langsung maupun tidak langsung dengan mewakilkan (tawkil) kepada orang lain.


b. berkurban melalui lembaga sosial keagamaan yang menyelenggarakan program pemotongan hewan kurban dari sentra ternak.


5. Lembaga Sosial Keagamaan yang memfasilitasi pelaksanaan kurban dan pengelolaan dagingnya agar meningkatkan sosialisasi dan menyiapkan layanan kurban dengan menjembatani calon pekurban dengan penyedia hewan kurban.


6. Daging kurban dapat didistribusikan ke daerah yang membutuhkan dalam bentuk daging segar atau daging olahan.


7. Panitia kurban dan lembaga sosial yang bergerak di bidang pelayanan ibadah kurban diwajibkan menerapkan prinsip kebersihan dan kesehatan (higiene sanitasi) untuk mencegah penyebaran virus PMK secara lebih luas.


8. Pemerintah wajib menjamin ketersediaan hewan kurban yang sehat dan memenuhi syarat untuk dijadikan kurban bagi masyarakat muslim. Namun, bersamaan dengan itu Pemerintah wajib melakukan langkah pencegahan agar wabah PMK dapat dikendalikan dan tidak meluas penularannya.


9. Pemerintah wajib memberikan pendampingan dalam penyediaan, penjualan, dan pemeliharaan hewan kurban untuk menjamin kesehatan dan kesejahteraan hewan kurban.


10. Pemerintah wajib mendukung ketersediaan sarana prasarana untuk pelaksanaan penyembelihan hewan kurban melalui rumah potong hewan (RPH) sesuai dengan fatwa MUI tentang standar penyembelihan halal agar penyebaran virus PMK dapat dicegah semaksimal mungkin. 


(zho/rob)