![]() |
Suasana ricuh antara aparat peserta rapat di ruang Komisi I DPRD Torut, Rabu (09/07/2025) siang, sekira pukul 12:30, Wita (redaksi60menit). |
60MENIT.co.id, Toraja Utara | Rapat dengar pendapat (RDP) antara DPRD Toraja Utara (Torut) dengan pihak PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) serta Kepala Badan (Kaban) Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Toraja Utara, Kornelia Untung Seru, berujung ricuh di ruang Komisi I DPRD Torut, Rabu (09/07/2025) siang, sekira pukul 12:30, Wita.
Pertemuan memanas. Saling tanggap-menanggapi terjadi antara para peserta seleksi dengan pihak BKPSDM Toraja Utara.
Kericuhan terjadi disebabkan salah seorang anggota DPRD melarang saat wakil PPPK ingin memberi tanggapan terkait kelulusan PPPK.
RDP sudah berlangsung sekitar 30 menit, salah seorang mantan Tenaga Kerja Daerah (TKD) tahun 2005, YB membuang SK pengangkatan dirinya di dalam ruang pertemuan. Dia tidak diberi kesempatan untuk berbicara dalam forum.
YB dan rekan-rekannya menduga admin panitia seleksi daerah (Panselda) menerbitkan Surat Keputusan (SK) “siluman” kepada banyak orang.
LR, peserta lainnya juga protes. Dia menduga ada permainan di tim seleksi daerah.
“Kami duga ini ada permainan. Yang dapat mengubah, itu kan admin daerah. Jadi, kami menduga ini ada kerja sama. Tadi pagi kami telah ke Inspektorat Toraja Utara membawa list nama-nama yang diduga memanipulasi data administrasi. Semoga ada kejelasan kedepan secepatnya,” ungkapnya.
Melihat banyaknya aksi keributan, perkelahian, dan kericuhan yang dilakukan oleh para anggota dewan di beberapa tempat di Indonesia,
Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Toraja Transparansi menyampaikan pendapatnya. Menurut Drs. Tommy Tiranda, M.Si, ketika ingin menyampaikan pendapat, seharusnya para peserta sidang mendengarkan peserta lain terlebih dahulu, jika sudah selesai, segera melakukan interupsi.
![]() |
Ketua LSM Toraja Transparansi, Drs. Tommy Tiranda, M.Si,. |
Ia juga mengomentari hal tersebut dengan nada satire, “Tapi, sisi baiknya kita jadi tahu cara kerja dewan dalam sidang tersebut, agendanya cuma baku hantam doang. Terus dewan di sana nggak bisa dengar pendapat rakyat sepertinya, soalnya dari interupsi saja sudah ngegas,” ucapnya.
Masih kata Tommy para anggota dewan tersebut sudah tidak mematuhi kode etik sebagai anggota DPRD. Dalam bertindak, seharusnya wakil rakyat tidak mengedepankan emosi.
“Seharusnya mereka itu lebih memperhatikan lagi tindakan dan sikapnya, karena mereka rata-rata orang yang berpendidikan tinggi pasti banyak masyarakat yang mengambil contoh dari mereka, tapi malah terjadi hal memalukan kayak gini,” ujarnya.
Ia menilai aksi yang dilakukan oleh para anggota dewan tersebut, sebagai sebuah arogansi. Menurutnya hal tersebut tidak seharusnya ditampilkan di depan publik.
Faktor lain yang membuat hal tersebut seharusnya tidak ditampilkan di depan publik menurut wartawan senior yang akrab disapa Tommy ini yaitu, para anggota dewan merupakan representasi masyarakat di lembaga legislatif yang terhormat. Lebih lanjut, background para anggota dewan yang notabene mengenyam pendidikan tinggi juga termasuk di dalamnya.
“Banyak cara yang bisa dilakukan untuk bersepakat tanpa harus mengedepankan ego sektoral, maka dari itu persoalan tersebut menjadi catatan ke depan bagi penerus kepemimpinan di Indonesia pada masa depan. Bagaimana cara-cara yang lebih elegan dan menunjukkan seorang manusia berakal harus dikedepankan,” kunci pria yang juga Direktur Eksekutif WASINDO (Pengawas Independen Indonesia) yang berkantor pusat di Bekasi, Jawa Barat.
(*)