Menuding Proyek Sapi Premium di Blok Paseh Ancam Krisis Air Bersih di Kota Subang, Ketua FPKP Angkat Bicara
-->

Advertisement Adsense

Menuding Proyek Sapi Premium di Blok Paseh Ancam Krisis Air Bersih di Kota Subang, Ketua FPKP Angkat Bicara

60 MENIT
Kamis, 04 Desember 2025

Ketua FPKP, Aif Saefulrohman (ridho)


60Menit.co.id, Subang  | Polemik sengketa lahan Blok Paseh di Kabupaten Subang yang didominasi oleh rencana pembangunan industri bibit sapi premium senilai $500 juta USD (sekitar Rp 8 triliun) mendapat kritik keras dari kalangan pemerhati kebijakan publik. Aif Saefulrohman, Ketua Forum Pemerhati Kebijakan Publik (FPKP) Kabupaten Subang, menuding proyek yang didorong oleh Kementerian Pertanian (Kementan) ini secara fatal melanggar regulasi tata ruang yang ada, Rabu (03/12/2025)


Kritik ini menyusul fakta bahwa lokasi proyek, yang merupakan lahan sengketa antara Kementan dan masyarakat penggarap di Kelurahan Parung dan Dangdeur, berada tepat di zona kawasan resapan air yang vital bagi pasokan air bersih Kota Subang.


"Aif Saefulrohman secara tegas menyatakan bahwa proyek pembibitan sapi, yang melibatkan Balai Inseminasi Buatan (BIB) Kementan dan investor swasta, bertentangan dengan dasar hukum tata ruang daerah.


“Kami mengkritisi keras, bagaimana mungkin sebuah proyek nasional dengan nilai fantastis ini dibangun di atas zona terlarang? Lokasi Blok Paseh adalah kawasan resapan air. Ini jelas melanggar Peraturan Daerah (Perda) RTRW Kabupaten Subang Nomor 3 Tahun 2014,” ucap Aif.


Ia menjelaskan bahwa Perda RTRW 2014, yang berlaku hingga tahun 2031, memiliki ketentuan ketat yang melarang pemanfaatan ruang yang dapat merusak fungsi hidrologi, mencemari sumber air, dan merusak bentang alam di kawasan lindung dan sempadan mata air.


Ketua FPKP Subang Aif memperingatkan bahwa proyek peternakan sapi skala industri di wilayah resapan akan berdampak katastropik, menyebabkan krisis air bersih dan potensi bencana.


“Jika pohon-pohon ditebang dan wilayah resapan diganti dengan kandang sapi, maka ketersediaan air minum untuk seluruh masyarakat Subang akan terancam. Ini bukan hanya masalah sengketa tanah, tapi ancaman kesehatan publik dan lingkungan,” tegas Aif.


Kekhawatiran ini juga diperkuat dengan adanya kasus-kasus serupa di Subang, seperti pabrik perahan sapi di Kalijati dan Jalancagak, yang hingga kini bermasalah dengan polusi bau dan pencemaran air warga.


Selain itu, FPKP menyoroti aspek sosial, di mana Kuasa Hukum warga sebelumnya telah mengungkap adanya dugaan intimidasi dan upaya paksa untuk merebut tanah dari masyarakat penggarap yang didukung bukti historis SK Redistribusi Tanah (Redis).


Desakan Transparansi di balik Revisi RTRW, Aif Saefulrohman juga menaruh kecurigaan besar terhadap gerakan Pemerintah Daerah Subang dan DPRD terkait revisi tata ruang yang dipercepat.


Revisi RTRW Kabupaten Subang Tahun 2025-2045 tiba-tiba diprioritaskan dalam Keputusan DPRD Subang Nomor 18 Tahun 2025 pada November 2025, padahal RTRW lama masih berlaku dan melarang proyek tersebut.


“Kami melihat adanya manuver yang mencurigakan. Kenapa revisi RTRW dikebut, seolah-olah dikejar waktu, setelah kontrak proyek ini ditandatangani? FPKP mendesak DPRD dan Eksekutif untuk transparan. Jangan sampai revisi RTRW ini hanya menjadi alat pemulus legalitas proyek yang sejak awal sudah melanggar hukum tata ruang demi kepentingan investasi semata,” katanya.


"FPKP Subang menuntut agar proyek pembangunan bibit sapi premium di Blok Paseh dihentikan sementara hingga status hukum lahan diputuskan pengadilan dan kepastian dampak lingkungan serta kesesuaian tata ruang dipastikan," pungkas Aif.


(Ridho)