Refleksi 13 Tahun Toraja Utara, Dating Palembangan Minta Semua Pihak Kolaborasi Genjot Percepatan Pembangunan
-->

Advertisement Adsense

Refleksi 13 Tahun Toraja Utara, Dating Palembangan Minta Semua Pihak Kolaborasi Genjot Percepatan Pembangunan

60 MENIT
Sabtu, 31 Juli 2021

60menit.co.id Dating Palembangan, S.E., Ak., M.M.,

60MENIT.co.id, Makassar | Toraja Utara (Torut) adalah salah satu daerah otonom atau kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan dengan ibukota bernama Rantepao. Legalitas terbentuknya daerah ini berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2008, sebagai buah pemekaran dari Kabupaten Tana Toraja. Jumlah penduduknya, sesuai data tahun 2020 Badan Pusat Statistik Torut, sebanyak 247.157 jiwa (sensus 2019).


Wacana pembentukan daerah berjuluk 'Bumi Pongtiku' ini disuarakan pertama kali Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Rantepao yang dikomandani Antonius Sampetoding selaku ketua dan Michael Tonapa selaku sekretaris. Organisasi wadah pemuda ini menginisiasi dan menfasilitasi pertemuan membahas hal pemekaran atau pembentukan daerah otonom baru tersebut. Pertemuan digelar 4 April 2001 bertempat di Gedung Pemuda Rantepao yang kini jadi Gedung DPRD Toraja Utara.


Dalam pertemuan, Drs. Habel Pongsibidang menyampaikan pokok-pokok pikiran. Ia mewakili DPD II KNPI Tana Toraja. Berikut, penyampaian aspirasi dalam bentuk daftar pernyataan dukungan tertulis atas perjuangan pembentukan Kabupaten Toraja Utara. Sebanyak 556 tokoh masyarakat Toraja menandatangani pernyataan dukungan tertulis dan disampaikan kepada DPRD Tana Toraja 2 September 2002. 


Pembawa aspirasi ketika itu adalah Antonius Sampetoding, Samuel Pelita SE, Michael Tonapa, Paulus Batti', Pamaru R Palinggi, dan Hans Lura Senobaan. Pemda Tana Toraja di bawah pemerintahan Bupati Johanis Amping Situru ketika itu menyikapi positif dan menerima aspirasi setelah melalui mekanisme penerimaan aspirasi di DPRD. Penerima aspirasi di gedung rakyat itu dipercayakan kepada Legislator dari Fraksi PKPI, J.K. Tondok, ST. 


Tanggal 3 September 2002, aspirasi yang sama disampaikan kepada Bupati Tana Toraja, JA Situru. Pasca penerimaan aspirasi, DPRD Tana Toraja langsung menugaskan Panitia Musyawarah (Panmus) menyiapkan Sidang Paripurna dengan agenda pembahasan aspirasi masyarakat tersebut. Alhasil, hari itu juga, 12 September 2002, DPRD Tator melalui Sidang Pleno menyatakan menerima aspirasi masyarakat tentang Pemekaran Kabupaten Tana Toraja. 


Selanjutnya, 24 September 2002, DPRD setempat menggelar Sidang Paripurna dan mengambil keputusan tentang Pemekaran Tana Toraja dengan ketetapan Surat Keputusan DPRD Nomor:11/KEP/DPRD/IX/2002. Pada tahun 2006 diterbitkan sebuah buku yang memaparkan tentang pemekaran wilayah administratif tingkat daerah ditinjau dari sudut pandang kesejahteraan rakyat. Judul buku tersebut adalah “Pemekaran Kabupaten Tana Toraja Dalam Perspektif Kesejahteraan Rakyat”. 


Penyusun buku itu adalah Luther Patiung, Paulus Tasik Galle, dan Dating Palembangan. Dari buku ini kemudian ditemukan berbagai gagasan dari studi kasus khususnya daerah otonom baru Kabupaten Toraja Utara. Lantas, pasca terbentuk dan dalam perkembangannya sampai sekarang, Toraja Utara sendiri mau dibawa kemana, quo vadis? Sejak definitif menjadi sebuah kabupaten hingga sekarang, Toraja Utara telah dipimpin tiga orang Bupati dengan Wabupnya masing-masing. 


Ketiganya adalah Drs Frederik Batti Sorring, S.Sos, MM (Alm.)-Frederik Buntang Rombelayuk, S.Pd, Dr. Kala'tiku Paembonan, M.Si-Yosia Rinto Kadang, ST, dan Yohanis Bassang, SE, M.Si-Frederik Victor Palimbong, ST. Menurut Dating Palembangan, dalam artikelnya yang dikirim melalui WhatsApp ke 60MENIT.co.id, baru-baru ini, Toraja Utara sebagai daerah tujuan wisata, seharusnya digenjot dengan menciptakan produk-produk wisata baru. 


Dating mengutip pesan penyampaian Mantan Wapres Jusuf Kalla yang menyebut Pariwisata Toraja sudah terlalu usang. Wisata budaya, kata Dating, memang harus tetap menjadi platform utama, tetapi jenis wisata lain harus dimulai dan dikembangkan. Semisal wisata olahraga, ekowisata, adventure, dan lain-lain. Karena itu, pembangunan infrastruktur juga harus dipercepat dengan mengedepankan pemerataan. 


Namun ini tidak berarti pembangunan sumber daya manusia (SDM) diabaikan. Warga Toraja Utara, katanya, harus siap dengan meningkatnya kunjungan wisatawan pasca pandemi COVID-19. "Hospitality atau keramahtamahan seperti saat Toraja menempati posisi kedua daerah tujuan wisata setelah Bali, lebih dari dua puluh tahun yang lalu, harus kembali ditanamkan. Saat itu bahkan siswa SD sejak dini sudah dipersiapkan untuk dapat menyambut wisatawan seperti pembelajaran bahasa asing dan keramahtamahan," jelasnya. 


Pariwisata sebagai sektor utama, urai Dating, harus ditopang dengan sektor-sektor penyangga. Seperti sektor pertanian, sektor perhubungan, tata ruang, dan lainnya. Walaupun tidak lagi menjadi unggulan secara kuantitas, tetapi pertanian Toraja Utara secara kualitas, menurutnya, masih diperhitungkan. Ia menyebut kopi, cabe, serta palawija lainnya sebagai contoh. "Sebagai sektor penyangga, pertanian seharusnya dapat mendukung kesiapan Toraja Utara sebagai tuan rumah para wisatawan baik domestik maupun mancanegara," lontarnya.


Paling tidak restoran dan warung makan mendapatkan suplai bahan makanan dari pertanian dan peternakan rakyat di Torut. Apalagi Kementan telah merilis program Penumbuhan Wirausahawan Muda Pertanian (PWMP). PWMP adalah salah satu kegiatan Kementan dalam rangka mewujudkan regenerasi petani yang dirancang untuk penyadaran, penumbuhan, pengembangan dan pemandirian minat, keterampilan, dan jiwa kewirausahaan generasi muda di bidang pertanian. 


Program tersebut mengembangkan peluang bisnis bagi lulusan sehingga mampu menjadi job-creator di sektor pertanian (agribisnis), dan mendorong pertumbuhan dan perkembangan kapasitas lembaga penyelenggara pendidikan pertanian sebagai center of agripreneur development berbasis inovasi agribisnis. Peluang ini seharusnya ditangkap oleh para stakeholder untuk saling bersinergi mendukung petani-petani muda.


Dengan mengembalikan sektor pertanian sebagai salah satu penyangga pariwisata, tambah Dating, dengan sendirinya akan memicu dimensi pendukung lainnya. Semisal, revitalisasi Pasar Rakyat di Bolu Rantepao yang menjual berbagai komoditas untuk kebutuhan lokal, atau peningkatan status pasar nasional karena komoditas kerbau yang diperdagangkan di pasar tersebut didatangkan dari berbagai tempat dari seluruh Indonesia. 


Pertanian juga memerlukan pasokan air yang mencukupi dari sumber-sumber air, semisal Sungai Sa’dan dan anak-anak sungainya. Debit air Sungai Sa’dan hanya dapat stabil memenuhi kebutuhan pertanian jika lahan hijau atau hutan masih terjaga. Salah satu tanaman yang diunggulkan selama ini adalah bambu yang kian hari kian habis jumlahnya. Kebutuhan bambu yang tinggi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Toraja Utara, seharusnya diantisipasi dengan menggalakkan penanaman kembali hutan-hutan bambu. 


Dibutuhkan sebuah gerakan yang terkonsep dan terukur, imbuhnya, untuk menjaga ketersediaan debit air, dengan menanam pohon khususnya bambu. Dengan memperhatikan seluruh sektor yang saling terkait ini, terang Dating, sudah seharusnya semua pihak berkolaborasi untuk menggenjot segala daya upaya percepatan pembangunan tersebut. Peran Pemda ada pada fungsi fasilitator dan dinamisator, dan fokus pada pencapaian target yang terukur. Selamat Ulang Tahun Toraja Utara-ku yang tercinta! 


(anto)