FORMAT Laporkan Kerusakan Lingkungan di Toraja ke KemenLHK
-->

Advertisement Adsense

FORMAT Laporkan Kerusakan Lingkungan di Toraja ke KemenLHK

60 MENIT
Rabu, 09 Agustus 2023

Waldi, Ketua Umum FORMAT Makassar, usai melapor (Anto)


60Menit.co.id, Jakarta | Integritas FORMAT (Forum Mahasiswa Toraja) bena-benar teruji dengan aksinya yang kerap mengontrol pemerintah dan dunia usaha. Kali ini, FORMAT menyoroti tentang Kerusakan Lingkungan Hidup di Toraja khususnya Tana Toraja. Tidak tanggung-tanggung, lembaga kontrol mahasiswa ini mempermasalahkan semua pihak yang merusak lingkungan. 


Salah satu yang disorot FORMAT adalah keberadaan PT. Malea Energy dengan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Airnya di Kecamatan Makale Selatan, Tana Toraja. Selain Malea, beberapa kasus dugaan kerusakan lingkungan lainnya juga dilaporkan Badan Pengurus Harian FORMAT Makassar ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Mereka mendatangi Kantor KemenLHK di Jl. Jenderal Gatot Subroto, Jakarta Pusat, Jumat (4/8).


Kerusakan lingkungan tersebut, katanya, telah memberikan dampak yang begitu besar terhadap kehidupan sosial masyarakat dan keberlanjutan lingkungan hidup. Seperti kasus dugaan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pembangunan PLTA Malea serta dugaan perambahan dan perusakan kawasan hutan akibat pembangunan Villa secara permanen di dalam kawasan hutan dengan fungsi kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) di Kecamatan Mengkendek, Tana Toraja. 


“Hari ini kami melaporkan dua kasus dugaan kerusakan lingkungan yang terjadi di Tana Toraja ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia, dua kasus tersebut yaitu Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Malea dan dugaan penyerobotan kawasan Hutan Hutan Produksi (HPT) untuk pembangunan Villa," ujar Waldi, Ketua Umum FORMAT Makassar. 


Sejak awal, kata Waldi, pembangunan PLTA Malea dilakukan secara ugal-ugalan dan tidak mengikuti Peraturan Perundang-Undangan. "Bahkan melakukan pembangunan tidak sesuai dengan dokumen lingkungan yang dibuatnya sendiri, kami menemukan bahwa dalam dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) PLTA Malea yang terbit Tahun 2009, saluran pengantar seharusnya dilakukan dengan cara saluran terbuka (open channel) namun faktanya di lapangan PT. Malea Energy justru membuat terowongan sepanjang kurang lebih 11 Km yang dibangun tepat berada di bawah pemukiman dan perkampungan warga," ungkap Waldi. 


Bukti Laporan FORMAT ke MenLHK di Jakarta.


Pihaknya juga, tambah Waldi, menemukan penambahan daya 3x75 MW milik Bumi Mineral Sulawesi (BMS), telah melanggar Peraturan Daerah No. 12 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Tana Toraja. Dalam RTRW, kapasitas Pembangkt Listrik Tenaga Air di Kecamatan Makale Selatan hanya kapasitas 182 MW. BMS adalah salah satu perusahaan smelter nikel di Kabupaten Luwu. Perusahaan ini juga bagian dari anak perusahaan Kalla group. "Dan juga beberapa dugaan pelanggaran lingkungan yang kami dapatkan terkait pembangunan dan aktivitas PLTA Malea,” timpal Waldi. 


Terkait Kasus Dugaan Penyerobotan Kawasan Hutan, pihaknya, kata Waldi, juga melaporkan hasil pemantauan FORMAT di lapangan dan overlay peta kawasan hutan dengan titik koordinat lokasi pembangunan Villa. "Kami menemukan bahwa lokasi pembangunan Villa masuk di Kecamatan Mengkendek berada dalam Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) sesuai dengan SK.362/MENLHK/SETJEN/PLA.0/5/2019 tentang perubahan peruntukan kawasan hutan di Sulawesi Selatan," ucapnya. 


Menurut Waldi, pembukaan lahan untuk pembangunan villa dilakukan tanpa mengantongi Izin Pemanfaatan Hutan dari pejabat yang berwenang, dan juga terjadi kerusakan hutan akibat pembukaan lahan untuk pembangunan Villa. Dari sini, Waldi menduga telah terjadi kerusakan hutan untuk pembangunan villa dalam Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT). Ini tidak sesuai dengan pemanfaatan dan peruntukan kawasan hutan. "Tindakan tersebut merupakan tindakan Pidana karena telah melanggar Undang-Undang No.18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan” terang Waldi. 


Dengan laporannya ini, FORMAT akhirnya meminta KemenLHK untuk segera melakukan evaluasi seluruh perizinan PLTA Malea serta mendorong untuk segera melakukan pemulihan atas kerusakan lingkungan sebagai akibat adanya pembangunan demi keselamatan rakyat dan lingkungan hidup. "Berikut, segera lakukan penegakan hukum atas perusakan dan penyerobotan kawasan hutan," tegas Waldi.


 (anto)