![]() |
| Gedung PWI Sulawesi Selatan (Oki) |
60MENIT.co.id, Toraja | Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Sulawesi Selatan dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Toraja Transparansi (TOTRANS) Toraja mengecam keras praktik penyimpangan profesi wartawan yang akhir-akhir ini marak di wilayah Toraja Utara. Menyusul masih maraknya kasus permintaan uang oleh orang-orang yang mengaku sebagai awak media atau pers.
Maraknya oknum-oknum wartawan abal-abal itu sangat meresahkan masyarakat. Untuk itu, PWI Provinsi Sulawesi Selatan mendesak agar aparat kepolisian dalam hal ini Polda Sulsel untuk kordinasi dengan Polres Toraja Utara menindak tegas mereka dan memproses secara hukum karena telah mencemarkan profesi wartawan dan merugikan masyarakat.
Pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Sulawesi Selatan, Bidang Pembelaan Wartawan, Ismail Situru,SH,, MH, menyoroti maraknya oknum yang mengaku sebagai wartawan dan meresahkan masyarakat serta pejabat.
Ia menekankan pentingnya pemahaman tentang tugas wartawan profesional dan memaparkan ciri-ciri wartawan abal-abal.
“Wartawan abal-abal itu ciri-cirinya pertanyaannya selalu tendensius, berita tidak berimbang. Untuk menjadi wartawan profesional, ada tahapan yang harus dilalui, termasuk Uji Kompetensi Wartawan (UKW),” tegas Ismail.
Ismail juga menyoroti banyaknya keluhan tentang oknum wartawan yang memberitakan tanpa konfirmasi dan melakukan pemerasan.
Ia menegaskan komitmen PWI untuk mengedukasi masyarakat agar dapat membedakan wartawan profesional dan abal-abal.
“Kami dari PWI berkomitmen untuk terus mengedukasi masyarakat agar dapat membedakan mana wartawan yang profesional dan mana yang abal-abal. Masyarakat juga jangan takut untuk melapor jika ada oknum yang mengaku wartawan dan melakukan pemerasan,” ujar Ismail.
"Maraknya penyimpangan profesi wartawan itu sangat memprihatinkan. Terakhir kasus di beberapa sekolah seperti yang diberitakan belum lama ini. Lalu disalah satu warga (narasumber media 60meni.Com).
Narasumber yang berdomisili di Tallunglipu Toraja Utara tesebut kepada awak media 60menit.com menyampaikan bahwa pernah ditelpon oleh oknum mengaku wartawan.
"Iya saya waktu itu ditelpon, Dia mengaku wartawan dan meminta uang 5 juta rupiah, saya bilang kalau memang saya ada salah, laporkan saja", ucap narasumber yang enggan namanya dipublish.
Kemudian di daerah lainnya. Misalnya berita yang mengungkapkan keresahan kepala sekolah dan kepala desa akan aksi wartawan abal-abal dan berkedok untuk mencari keuntungan pribadi. Ini harus dilawan bareng-bareng, kasihan masyarakat,” terang Ismail Situru,SH,MH.
Ismail mengungkapkan, kondisi tersebut harus ditindak tegas mengingat proses panjang dalam membangun pers yang profesional di Indonesia justru dinodai ulah mereka ini. Polisi harus bertindak oknum wartawan abal-abal yang melakukan pemerasan kepada sejumlah pihak tersebut.
"Praktik seperti itu sebenarnya sudah lama. Tapi masih saja terjadi khususnya di daerah-daerah di Toraja Utara dan Tana Toraja. Praktik meminta uang dengan mengaku-ngaku sebagai awak media seperti ini harus dihentikan karena akan menghancurkan kepercayaan publik terhadap pers. Maka kami PWI menolak keras praktik wartawan abal-abal ini. Kami akan beraudiensi kepada kepolisian untuk mendorong polisi menindak mereka," tuturnya.
Hal senada disampaikan Wartawan Senior Toraja yang juga Ketua Lembaga Toraja Transparansi, Drs. Tommy Tiranda, " Iya ada informasi ke saya bahwa sering ada oknum yang mencatut nama saya,"ucapnya.
Tommy berharap agar oknum yang mencatut namanya untuk tidak lagi melakukannya.
Sementara masih kata Ismail Situru, publik harus tahu bahwa praktik meminta uang dan sejenisnya tidak pernah dilakukan oleh jurnalis/wartawan profesional. Ini karena jurnalis/wartawan profesional dalam menjalankan tugas berpegang pada aturan dalam Undang-Undang No. 40/1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik.
Pasal 5 UU Pers menyebutkan kewajiban pers nasional adalah memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah. Peran pers dijelaskan dalam Pasal 6 di antaranya memenuhi hak publik untuk mengetahui informasi.
"Karena itu, praktik meminta selain informasi, apalagi uang, jelas bertentangan dengan undang-undang. Praktik itu juga dilarang secara tegas dalam Kode Etik Jurnalistik (KEJ)," terang Ismail.
Pasal 2 KEJ menyebutkan wartawan Indonesia harus menempuh cara-cara profesional dalam menjalankan tugas jurnalistik. Sedangkan Pasal 6 KEJ jelas menyebutkan "wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap".
Ismail menegaskan, penyalahgunaan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum. Sedangkan suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi.
Ketentuan umum dalam UU Pers, imbuhnya, jelas menyebutkan "wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik". Dengan demikian, wartawan tidak akan meminta apapun selain informasi kepada siapapun termasuk narasumber. Meskipun pelaku mengklaim dirinya wartawan, bisa dipastikan praktik seperti itu bukan dilakukan oleh jurnalis/wartawan profesional.
"Merespons hal tersebut, PWI Sulsel menyatakan sikap, mengecam praktik-praktik permintaan uang oleh pihak-pihak yang mengaku-ngaku sebagai wartawan alias wartawan abal-abal. Kemudian mengimbau masyarakat untuk tidak merespons permintaan uang atau apapun selain informasi oleh orang yang mengaku wartawan/pers, karena praktik itu tidak mungkin dilakukan wartawan profesional," tandasnya.
Ismail mengimbau masyarakat untuk selalu waspada dan tidak mudah percaya dengan oknum yang mengaku sebagai wartawan.
Ia juga meminta masyarakat untuk aktif melaporkan jika menemukan praktik wartawan abal-abal yang meresahkan.
“Masyarakat harus lebih cerdas dan kritis dalam menerima informasi. Jangan mudah percaya dengan oknum yang mengaku wartawan, apalagi jika mereka melakukan tindakan yang meresahkan. Laporkan saja ke pihak berwajib atau ke PWI,” pungkasnya.
(sal)



