Kades Pitulua di Kolut Sultra, Serobot Lahan Warganya untuk Ditambang
-->

Advertisement Adsense

Kades Pitulua di Kolut Sultra, Serobot Lahan Warganya untuk Ditambang

60 MENIT
Senin, 22 Februari 2021

60menit.co.id | Kepala Desa Pitulua, Kecamatan Lasusua, Kolut (Akbar Hamzah)

60MENIT.co.id, Kolaka Utara | Masalah lahan di Sultra khususnya di Kolaka Utara, sering menjadi objek sengketa antar warga serta warga dengan pemerintah atau perusahaan. Apalagi jika  lahan tersebut punya nilai ekonomi tinggi berupa kandungan nikel. Akibatnya terjadi keributan antar pihak dengan saling klaim sebagai yang berhak dan memiliki lahan itu. 


Seperti terjadi di Dusun 4 Labuandala, Desa Pitulua, Kecamatan Lasusua, Kolut. Kepala Desanya, Akbar Hamzah, diduga 'kongkalikong' dengan pihak perusahaan tambang yakni PT Gerbang Timur Perkasa (GTP). Informasi mengenai ini juga diberitakan sejumlah media online sebelumnya. Lahan warga atas nama Hamka dkk dengan SKPT (Surat Keterangan Pengolahan Tanah) itu seluas 40 hektar. 


20 hektar atas nama Kelompok Perkebunan Masyarakat Desa Pitulua, dan sisanya 20 hektar lagi atas nama perorangan. SKPT diberikan Kades Pitulua Akbar Hamzah tahun 2017. Lahan 40 hektar itu telah diolah warga sejak 1995. Lahan tersebut ditanami cengkeh, kemiri dan jambu mente. "Seperti lahan saya sejak 2012 saya tanami cengkeh sekarang mana lagi, sudah tidak ada," ujar Edi. 


Awak media terjun langsung ke lokasi yakni di Dusun 4 Labuandala dengan melihat kondisi lahan serta menemui warga setempat. Terpantau di lapangan, sejumlah alat berat seperti Excavator dan Dump Truck serta lainnya hanya diparkir tanpa aktivitas. Pasalnya, warga pemilik lahan yakni Hamka dkk telah melarang pihak PT GTP untuk melakukan aktivitas sementara. Juga terpantau kondisi Jetty (pelabuhan tambang) GTP dan sekitarnya. 


Tampak pembuangan OB (limbah tanah) tambang terbuang ke tepi laut. Awak media sempat memergoki seorang oknum anggota Brimob Polda Sultra berpakaian preman. Pakaian yang digunakan baju sweater dengan penutup di kepala. Setelah cek percek, oknum tersebut diketahui berinisial Br dengan pangkat Aipda. Menurut warga, oknum tersebut diduga dipakai pihak PT GTP sebagai pengawas.


Tugasnya selaku pengawas untuk mengamankan lahan tambang perusahaan yang adalah lahan warga. Awak media mengajaknya berbincang-berbincang namun yang bersangkutan tampak arogan, seolah menunjukkan ada kekuatan 'dahsyat' di belakangnya. "Kutesse-tesseri ulunna ke dirappo'na lako komandan," ujarnya dalam bahasa Toraja yang berarti dirinya akan pecah kepalanya orang yang melapornya ke atasan. 



Sementara keluarga Hamka yang ditemui di lokasi, baru-baru ini, berkeluh kesah selama keberadaan pihak GTP. "Saya sudah 40 tahun di sini pak. Dulu tidak ada yang ribut-ribut sekarang baru ada setelah ada tambang masuk. Ini lokasi rumah saya di sini bersertifikat pak, baru mereka pihak perusahaan tiba-tiba datang menggusur dan mematikan tanaman saya seperti pohon kelapa, tanpa pemberitahuan," ungkap Hamka (62).


Menurut pria yang tampak cacat karena tidak bisa jalan ini, pihaknya sangat sesalkan tindakan pihak perusahaan yang dinilai serampangan dan sewenang-wenang. "Mereka betul-betul tidak berprikemanusiaan. Masa' ada kuburannya anak saya yang bungsu di depan rumah dikasih injak alat berat juga, keterlaluan. Baru kepala desa tidak bisa dihubungi lagi, tidak bertanggungjawab," tutur Hamka didampingi istri dan anak-anaknya. 


Oknum Anggota Brimob Sultra (Aipda Br) 

Kerabat Hamka yang lain malah meminta pihak GTP bersama seluruh alat berat dan peralatannya ditarik keluar dari Dusun 4 Labuandala. "Kami minta pihak GTP keluar dari lokasi termasuk semua alat berat dan peralatannya sambil diproses. Juga keberadaan perusahaan yang masuk harus ditelusuri dokumennya serta sejauh mana peran kepala desa dalam masalah ini. Kita ingin semuanya terbuka siapapun yang terlibat," tandas Hasrul lantang di rumah Hamka.

(anto).