Mengenal Pola Pembuatan Kompos oleh Satgas Citarum Harum Sektor 22 Sub 16
-->

Advertisement Adsense

Mengenal Pola Pembuatan Kompos oleh Satgas Citarum Harum Sektor 22 Sub 16

60 MENIT
Sabtu, 08 Oktober 2022

Serma Dodi Candra (Dansub 16/22) sedang memberi arahan kepada anggota sedang membalikan proses pengomposan, Lembang Sabtu 8/10/2022 (by ; zhovena)


60MENIT.co.id, Bandung Barat | Prosesi pembuatan kompos oleh Satgas Citarum Harum Sektor 22 Sub 16, hari ini melakukan pembalikan Pupuk Kompos bertempat di  Kp. Pasirwangi Rt. 04/11 Desa Gudang Kahuripan Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat. 


Ketika ditemui di lokasi, Serma Dodi Candra selaku Dansub 16/22 menanggapi, jika proses pengomposan dilakukan dengan benar secara alami, proses berlangsung selama 1 atau 3 bulan saja, namun ada pola lain dengan memastikan Unsur Hara seimbang dengan beberapa elemen buatan yang sudah kita lakukan selama ini.


"Sumber unsur hara nitrogen dan karbon harus dibuat seimbang karena keduanya dibutuhkan mikroorganisme pengurai sebagi sumber energi untuk berkembang biak, yaitu kita menggunakan larutan gula merah dan mikro organisme lokal (mol) yang kita buat sendiri," jelas Dodi Candra, Lembang, Sabtu 8 Oktober 2022. 


Lebih lanjut Serma Dodi Candra memaparkan, dengan menambahkan mikroorganisme buatan, maka kematangan pupuk kompos siap digunakan setelah 7-14 hari. Apabila menggunakan bahan lain maka proses pengomposan berlangsung lebih lama untuk diuraikan yakni sekitar 14-29 hari. Selama proses pengomposan, bahan harus diaduk secara rutin minimal 2 hari sekali.


Membalikkan kompos mentah.

"Ciri kematangan pupuk dapat dilihat dari strukturnya. Pupuk yang sudah matang memiliki struktur yang ramah dan tidak berair. Warna pupuk seperti tanah, tidak berbau busuk, dan tidak panas," imbuh Dodi Candra.


Menurut penelitian dari berbagai akademisi bahwa kompos juga berguna untuk meningkatkan daya ikat tanah terhadap air sehingga dapat menyimpan air tanah lebih lama. 


Keutamaan itu terus dimanfaatkan oleh satgas Citarum Harum Sektor 22, selain itu sebagai upaya mengembangkan tingkat kesuburan tanah bagi para petani di Kecamatan Lembang.


Setelah dibalik, kompos lalu ditutup, supaya percepatan pelarutan mikroorganisme berlangsung cepat.

Kotoran sapi di Kecamatan Lembang menduduki tingkat produksi paling tinggi, sehingga dampak merugikan lingkungan dan sungai sangat beresiko tinggi pula.

Pemikiran yang tepat guna dari Satgas Citarum Harum Sektor 22 dalam produksi kompos, kotoran sapi untuk sumber nitrogen dapat diperoleh dengan mudah. Sedangkan sumber karbon dapat diperoleh dari sisa sayuran, buah buahan dan ampas kelapa bisa didapat dengan mudah dari tempat yang sama.

"Pembuatan kompos harus benar-benar matang. Kompos yang masih mentah dapat merusak tanaman. Mikroorganisme pengurai dapat membusukkan akar tanaman karena tidak dapat membedakan bahan kompos atau tanaman yang masih berkembang biak," tutup Dodi Candra. 

(zho)